Workshop Jurnalistik, Mahasiswa IAIN Bengkulu Hadirkan Narasumber dari SMSI dan Humas Pemprov

Workshop Jurnalistik, Mahasiswa IAIN Bengkulu Hadirkan Narasumber dari SMSI dan Humas Pemprov

Diposting: 14 Dec 2018

InteraktifNews - Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Tadris IAIN Bengkulu mengadakan Workshop Jurnalistik dengan tema "Dengan Menulis Kita Akan Dikenang". Workshop diikuti ratusan mahasiswa dan digelar di Auditorium IAIN Bengkulu, Jumat pagi (14/12/2018).



Dua narasumber dihadirkan oleh panitia, yakni Junaidi Ibnurahman dari Media Center Pemprov Bengkulu dan Wibowo Susilo Pemimpin Redaksi Bengkulutoday.com sekaligus sekretaris Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bengkulu. 



Ketua panitia Alnovianto Rizky mengatakan, kegiatan workshop itu diadakan guna memberikan pemahaman tentang jurnalistik dan media kepada mahasiswa. Sebab, penting bagi mahasiswa untuk memahami peran dan fungsi media sekaligus menjadikan sebagai referensi dalam memahami berbagai konten berita yang saat ini marak menyebar di media sosial.



Dalam pemaparannya, Junaidi menyadarkan agar pembaca bersikap adil dalam membaca berita. Hal itu penting agar pembaca tidak terjebak dalam pemahaman sektoral dan atas dasar kesukaan semata. 



"Mulai dari berfikir kita harus adil, jika kita hanya membaca berita yang kita suka saja, maka kita akan terjebak menjadi partisan, misalnya jika anda suka dengan capres Prabowo, maka jangan hanya membaca berita tentang Prabowo saja, anda juga harus membaca berita tentang capres Jokowi, sehingga pemahaman akan adil dan objektif," papar Junaidi.



Junaidi juga mengurai tentang fungsi media sebagai saluran informasi publik, dimana dalam setiap pemberitaan, masyarakat juga memiliki hak melakukan kontrol terhadap media. 



"Masyarakat memiliki hak koreksi dan hak jawab atas setiap pemberitaan media massa, jadi jika ada berita yang keliru masyarakat berhak memberikan koreksi untuk membenarkan, juga ketika dan masyarakat yang dirugikan oleh pemberitaan dapat memberikan atau menyampaikan hak jawab," urainya.



Dia juga mencontohkan bagaimana peran media dalam melindungi narasumber berita apabila berurusan dengan hukum, sebab tidak semua narasumber dapat dipublikasikan demi melindungi keselamatan dan kepentingan yang lebih besar. "Bisa saja redaksi atau wartawan tidak menyebutkan nama narasumber dalam berita apabila berita itu dianggap penting dan mengandung risiko namun demi kepentingan publik, bahkan sampai ke pengadilan sekalipun, wartawan akan tetap menjaga kerahasiaan nama narasumber berita, hal itu juga dilindungi oleh UU Pers nomor 40 tahun 1999 tentang pers," kata Junaidi. 



Junaidi juga menyarankan bahwa setiap orang bisa menjadi penulis tanpa bermedia. Sebab melalui tulisan itu maka kita akan dikenang dalam sejarah. 



Sementara Wibowo Susilo memaparkan tentang pentingnya memahami berbagai konten yang menyebar di media sosial. Dia menyarankan agar pembaca mampu melakukan filter atau menyaring informasi atau konten yang diterima untuk tidak langsung disebarluaskan di media sosial. "Setiap informasi atau konten baik dalam bentuk gambar atau video sebaiknya diverifikasi dulu sebelum disebarkan, sebab bisa saja itu mengandung unsur kebencian dan merugikan orang lain, jika itu terjadi dan itu bukan produk jurnalistik, maka UU ITE bisa menjerat penyebar konten itu," paparnya.



"Harus dibedakan antara produk jurnalistik pers dengan produk berita pribadi, komunitas atau organisasi yang menyebar di media sosial, bisa saja berita itu seolah-olah seperti milik media, padahal itu milik pribadi dan tidak sesuai dengan UU Pers, maka konten beritanya bukan produk jurnalistik pers, apabila ada pihak yang dirugikan hal itu dapat dijerat UU ITE, sementara apabila itu berita merupakan produk jurnalistik pers, masyarakat atau pembaca memiliki hak koreksi, hak jawab, juga hak melapor, namun laporannya bukan ke Polisi melainkan ke Dewan Pers, ada serangkaian mekanisme terlebih dahulu sebelum dibawa ke ranah pidana," urainya.



Dia menambahkan, saat ini banyak sekali konten yang dikemas seperti berita padahal itu bukan produk jurnalistik pers, melainkan sengaja dibuat untuk kepentingan bisnis atau politik. "Jadi masyarakat harus mengecek terlebih dahulu sebelum membagikan berita, cek dulu apakah ada susunan redaksi, penanggung jawab, alamat redaksi, jika unsur itu tidak tercantum, maka itu bukan produk jurnalistik pers," kata Bowo. [Bram]



Editor : Riki Susanto