Pemilu 2019 Parpol ‘Banting Harga’

Pemilu 2019 Parpol ‘Banting Harga’

Diposting pada July 17, 2018 oleh Penulis Tidak Diketahui

“ini membuktikan bahwa porpol telah kehilangan daya tariknya di mata rakyat, karena selama ini rakyat menganggap parpol hanya memikirkan kepentingan elit, kelompok, dan kepentingan dirinya sendiri tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat” Elfahmi Lubis

Kota Bengkulu, BI – Jelang Pemilu 2019 marak tawaran jadi Caleg (Calon Legsilatif) baik yang datangnya langsung dari parpol maupun tawaran yang datang dari tim ‘pemasaran’ kursi bakal caleg. Kondisi inilah yang dialami kebanyakan masyarakat Bengkulu akhir-akhir ini. 

Sepekan lalu media ini berkesempatan menemui salah seorang ibu rumah Tangga, Rosdiana (37) tinggal di komplek perumahan Taman Kita 4 Kampung Melayu, Kota Bengkulu. Rosdiana menuturkan, kalau dirinya sempat ditawari untuk menjadi bakal calon legislatif untuk Daerah Pemilihan (Dapil) di wilayah tempat dia tinggal.  

Rosdiana di tawari untuk mendampingi salah seorang  bakal caleg yang kebetulan ia kenal ketika sama-sama duduk di bangku SMA. Namun, Rosdiana menolak tawaran itu dengan alasan izin suami dan kesibukan mengurusi anak-anak. 

“Ambo ko dak ngerti apo-apo, adolah kawan nelpon ngajak nyaleg katoyo aman galo, bantu dio katoyo, ambo kecek, tanyo kek laki ambo dulu” Kalimat yang terkutip dari Rosdiana dalam bahasa daerah Kota  Bengkulu.  Lebih kurang maknanya kira-kira begini “saya tidak mengerti apa-apa, ada kawan telpon ngajak jadi caleg tapi saya bilang mau bertanya dulu dengan suami, diizinkan atau tidak”.

Rosdiana sendiri dikenal sebagai ibu RT dan ketua perkumpulan pengajian di tempat ia tinggal. Rosdiana sangat familiar, setidaknya di kalangan warga sekitar Kampung Melayu. Mungkin faktor inilah yang kemudian menarik minat parpol mengajaknya untuk jadi ‘pendamping’ caleg. 

Namun, Rosdiana tidak sama sekali berpenampilan layaknya seorang bakal politisi atau beraktifitas yang berkaitan dengan pemerintahan. Rosdiana keseharianya adalah ibu rumah tangga dan membuka warung manisan di depan rumahnya. Ketika media ini bertanya, kapan pemilu dilaksanakan, Rosdiana pun tidak mampu menjawab. 

Lain cerita dengan  Kasrul Pardede, aktifis muda yang dikenal publik lewat Ormas Gempur ini juga kerap kali ditawari untuk menjadi Caleg ‘benaran’ atau sekedar menjadi ‘pendamping’.  Lebih gila, Kasrul Pardede bukan hanya ditawari untuk nyaleg tapi juga ditawari biaya akomodasi pencalonan. 

Ceritanya begini, Kasrul Pardede ditelpon salah seorang seniornya yang menawarkan untuk jadi caleg di salah satu parpol yang akan bertarung di pemilu 2019 mendatang. Seniornya menawarkan kepada Kasrul untuk menjadi pendamping Caleg di Dapil Kota Bengkulu untuk DPRD Provinsi. 

Namun, sama dengan Rosdiana, Kasrul pun menolak tapi dengan alasan yang berbeda. Kasrul menceritakan kalau dirinya belum meneyelesaikan bangku kuliah. Kasrul Pardede masih tercatat sabagai mahasiswa di salah satu PTS di Bengkulu. 

Lebih jauh Kasrul menceritakan kalau tawaran untuk jadi caleg tersebut sangat unik karena dia menawarkan paket pencalonan beserta dengan biaya-biaya adminsitrasinya. Kalaulah Kasrul bersedia seluruh biaya pendaftaran caleg akan dibiayai oleh parpol dan caleg yang minta untuk didampingi. 

Tawaran lain juga banyak berdatangan, maklum Kasrul Pardede selaku aktifis muda memang kerap tampil di media massa, ini diyakini bakal menjadi pendulang suara bagi parpol atau caleg. Pemuda berdarah medan ini juga banyak memahami tentang dunia politik dan pemerintahan. Jadi, wajar saja kalau Kasrul Pardede banyak dilirik parpol karena sosoknya yang dikenal publik dan memiliki kapasitas pengetahuan politik yang cukup mumpuni. 

Dua sosok tadi setidaknya menggambarkan bahwa mayoritas parpol kekurangan kader untuk menghadapi pemilu 2019 nanti. Parpol biasanya akan melirik tokoh-tokoh yang berpotensi menjadi sumber penyumbang suara dalam menghadapi pemilu. Kondisi ini tidak terlepas dari berubahnya sistem perhitungan perolehan suara di pemilu 2019 mendatang. 

Pola perhitungan suara di pemilu 2019 nanti akan menggunakan metode sainté lague murni. Metode ini menekankan pada keseimbangan antara perolehan suara dengan perolehan kursi. Berbeda dengan metode sebelumnya yang dirasa kurang adil karena suara banyak belum tentu dapat kursi yang seimbang. Metode dinilai akan menguntungkan parpol yang memiliki caleg pendulang suara (vote getter) seperti kalangan artis atau tokoh publik terkenal. Mungkin faktor ini juga yang mempengaruhi parpol atau caleg melirik tokoh-tokoh diluar kadernya. 

Pengamat Politik, UMB, Dr. Elfahmi Lubis menilai fenomena ini terjadi karena gagalnya kaderisasi oleh parpol. Menurutnya parpol salah satu fungsinya adalah menyiapkan kader bangsa untuk menunduki posri-porsi kekuasan dalam sistem ketatanegaraa yang kita anut. Fenomena ini menunjukkan bahwa parpol kehilangan fungsi rekruitmen politiknya. Seharusnya parpol menjadi lokomotif utama sirkulasi elit baik di eksekutif maupun  legislatif. 

“ini membuktikan bahwa porpol telah kehilangan daya tariknya di mata rakyat, karena selama ini rakyat menganggap parpol hanya memikirkan kepentingan elit, kelompok, dan kepentingan dirinya sendiri tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat” Ujar Elfahmi Lubis

Tata kelolah parpol yang tidak sehat juga menjadi kendala. Rakyat menganggap cost politik di partai terlalu tinggi dan cenderung transaksional sehingga membuat masyarakat menjadi pratirasa. Kedepan parpol harus memenuhi tanggungjawabnya sebagai pusat kaderisasi bangsa dengan cara menerapkan pola-pola pengkaderan yang tertuang dalam AD/ART-nya masing-masing. 

“Untuk mencalon anggota legislatif seorang harus menggelontorkan uang sangat besar dan belum lagi setoran ke partai, seharusnya fenomena ini tidak terjadi lagi di pemilu tahun-tahun mendatang, parpol harus benar-benar menyiapkan kader terbaiknya sebagai wakil rakyat, jangan lagi main comot” Jelas pengasuh mata kulia kewarganegaraan ini.   

Reporter : Alfridho Ade Permana, Iman SP Noya
Penulis : Riki Susanto
Editor : Freddy Watania 

 

Kategori: Politik