Cerita Vina ‘Perempuan’ Sawah Lebar

Cerita Vina ‘Perempuan’ Sawah Lebar

Diposting pada October 25, 2018 oleh Penulis Tidak Diketahui

Kota Bengkulu, BI – “Napo bang ….sikolah… cari apo bang … mela bang …” ucapnya dengan nada merayu. Suaranya khas perempuan agak serak basah. Tampilannya minor dengan rok setenga paha berwarna biru keabu-abuan, berpadu dengan baju merah setengah dada. Lengkap dengan High Heels berwarna coklat muda. Rambutnya hitam dengan tubuh semampai berkulit putih. Sekilap cahaya lampu mobil yang kebetulan lewat pas mengenai muka Si Perempuan. Ia pun tersenyum manis dengan hidung mancung mirip bule. “pasti hidung itu buatan, suntik silikon” Ucapku membatin. 

Saya mencoba membaur, awalnya pura-pura menjadi pelanggan tapi Si Perempuan menunjukan muka tak percaya. “abang ko siapo?” Kata Si ‘Perempuan’ dengan nada sinis. Merasa dicurigai, Saya langsung berinisiatif mengenalkan diri, sambil menunjukan identitas, Saya mencoba jujur. “Sorry…Saya wartawan” ucapku serbah salah. Namun, langsung ditimpali oleh Deni yang berdiri di sebalah Saya “dak apo Vin teman ambo iko, dio ndak cari informasi ajo” Kata Deni sembari mengarahkan mukanya ke arah saya, seolah-olah ingin mengenalkan.

Deni nampak sudah familiar dengan perempuan yang disapa Vin..itu. Deni pun mendekat dan berbisik “iko Vina namoyo bang” ujarnya memberitahu. 

Mendengar kata wartawan nampaknya Vina mencoba menghindar dan sesekali menutup muka ketika cahaya kendaraan tak sengaja menghampiri mukanya. Vina seperti tahu apa itu wartawan, mungkin dikiranya Polisi yang sering membuatnya terkejut dengan bunyi Sirene. Vina nampak sedikit menghindar, ia berjalan menjauhi kami. Namun, Deni sigap, Ia langsung menghampiri Vina “siko dulu ui.., dak enak ambo, iko kawan ambo, dio ko ndak nayo ajo kek kau, idak apo-apo” kata Deni mencoba menyakinkan. 

Berjarak sekira 5 meter, nampak Deni ngobrol serius dengan Vina. Oh.. ya.. Deni itu teman lama saya, sering juga dipanggil Deni Beler. Pemuda yang juga tinggal di Sawah Lebar ini sering nongkrong di Stadion, bahkan Ia disebut teman-temanya ‘penguasa’ Stadion. Sebelumnya saya sudah lebih dulu menyampaikan dengan Deni rencana liputan ini. Saya meminta ia menemani, kebetulan saya dan Deni berkenalan sudah lama. Deni sering nongkrong di Stadion dan saya pernah menjadi pengurus salah satu organisasi pemuda yang kebetulan bermarkas di Stadion. Singkatnya kami berteman baik.   
 
Sembari menunggu, Saya merabah kantong yang berisi sebungkus rokok. Saya menarik sebatang rokok buatan Indonesia berbungkus putih-merah itu. Katanya Si pemilik pabrik rokok ini salah satu orang terkaya di Indonesia. Kelompok 9 Naga yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan, kebanyakan orang menyebutnya Taipan. Jadi kemana-mana….Lanjut ya…. Pas filter rokok sudah terjepit dibibir. Saya mencoba kembali merabah kantong, mencari korek api. Kantong kiri, lanjut kantong kanan dan kantong baju. Begitu juga tas kecil yang sehari-hari setia menemani perjalananku, tapi tak kunjung ketemu. Mungkin Saya lupa atau sudah ‘dipinjam’ teman sewaktu di warung kopi tadi. 

Saya medekati Deni dan Vina yang masih nampak ngobrol serius. Saya tidak bermaksud memecah obrolan mereka tapi mau ‘minta’ api sama Deni. “ada korek Den?” ucap Saya agak canggung. Deni langsung merabah kantongnya dan mengeluarkan sebuah korek api “siko ambo nyalakan bang” Katanya dengan nada bersahabat. Langsung saja Saya mendekatkan wajah. Cis..bunyi korek itu yang seketika membakar ujung rokok.

“Rokok Vin” Ucapku mencoba sok kenal, “boleh  bang” timpalnya. Saya langsung mengulurkan tangan dan memberikan bungkusan rokok yang sudah tak lagi rapi. Bungkusnya nampak penyok karena kelamaan terselip di kantong celana jeans yang Saya kenakan. Sambil membuka rokok Vina mulai bertanya “ndak ngapo abang siko?” Ucapnya mulai akrab. Mungkin Vina sudah menerima ‘doktrin’ dari Si Deni hingga melunak. 

Malam semakin larut, kulirik jam tangan warna hitam kesayanganku yang melingkar di tangan kiri,  tepat pukul 22.40 Wib. Saya mulai mengajukan pertanyaan kepada Vina, tapi ini bukan pertanyaan ujian skripsi yang mendebarkan, pertanyaan Saya ringan-ringan saja. Mulai dari nama panggung berlanjut nama sebenarnya, asal daerah, hingga waktu mangkal. Sedikit agak susah Saya mencoba bertanya latar belakang kehidupan dan penghasilan. Vina juga nampak sudah siap menerima pertanyaan. Saya tambah yakin pasti ini jasa Si Deni. Diselah itu, Saya mulai berpikir hadiah sebungkus rokok untuk Deni, ini lumrah dan kebanyakan begitu. 

Vina mulai bercerita, awalnya Ia bicara serius “Vina tu kalau lagi kerjo ajo bang, namo ambo ko bukan Vina, kelak abang tegelak  dengarnyo” Ucapanya sambil mencubit tangan saya dengan lembut. Vina mengaku berasal dari Kota C…(sensor) dan nge-kos tidak jauh dari Stadion. Saya, Vina dan Deni duduk bersebelahan di atas Trotoar yang cukup nyaman untuk bersantai. Trotoar ini bagian dari program 1000 jalan mulus Walikota, Helmi Hasan. Semoga program ini berlanjut ya….

Vina mengaku belum lama menjalani profesi ini, namun Ia sudah punya banyak pelanggan. “Sepi bang kalau masih pagi ko (sekira pukul 11 malam-red), kelak tunggu agak malam banyak yang suko ke ambo tapi kalau ndak rame nian malam Minggu bang” Kata Vina dengan nada menyakinkan. Ternyata malam Minggu berkah juga bagi Si Vina, sayangnya Saya ketemu Vina malam Jum`at, “mungkin malam ini berkah bagi kaum suami isteri” Pikirku.

Vina belum juga menyebut nama sebenarnya namun, Ia mulai mengingat satu per satu profesi pelanggan yang sering Ia ‘pakai’…. bersambung.  

Reporter : Riki Susanto
Editor : Freddy Watania 
 

Kategori: Feature