Tanwir Muhammadiyah Terseret Politik?
Diposting: 15 Feb 2019
Tanwir, asal katanya dari bahasa Arab: nawwara-yunawwiru-tanwiran yang berarti penyinaran atau penerangan. Dalam kitab al-Mu`jam al-Falsafi, istilah tanwir diartikan sebagai enlightenment yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan pencerahan, begitu makna harfiah tanwir yang tertulis di sebuah laman blogger Muhammad Azizky. Kata Tanwir/Pencerahan sangat lekat dengan muhammadiyah yang kemudian dikenal dengan “Tanwir Muhammadiyah”
Hari ini, 'pencerahan' itu digelar di bumi Rafflesia, ribuan peserta telah berkumpul ‘memadati’ aktifitas masyarakat Provinsi Bengkulu. Hampir semua agenda pemerintahan di Bengkulu inklude dengan agenda pencerahan muhammadiyah. Demikian pula kesibukan dunia maya yang banyak tersita dengan agenda tahunan itu.
Pers sedari awal sudah merilis kabar tanwir muhammadiyah dengan berbagai sudut pandang, soal ini, soal itu bahkan pendanaan juga dikutip. Begitupun aparat keamanan yang pontang panting ingin turut menyukses agenda besar organisasi islam yang tak berpolitik itu?
Sebelumnya beberapa menteri kabinet Jokowi-JK sudah tiba sebelum hari H, Menkominfo yang sempat viral dengan “yang gaji kamu siapa” datang sehari sebelumnya juga dalam rangka tanwir .
Lantas, kenapa ‘pencerahan’ itu begitu wah? Merujuk schedule yang diurai panitia tanwir, wajar saja agenda itu penuh sesak. Bayangkan dalam 3 hari rencana sidang tanwir setiap tenggaknya akan di-lakon pelaku ‘masa depan’ bangsa Indonesia. Capres, RI 1 dan RI 2, Ketua MPR, menteri, gubernur, dan wali kota turut campur-campur.
Wakil Presiden Jusuf Kala dijadwalkan membuka sidang tanwir pada Jumat 14 Februari 2019. Berikutnya Calon Presiden 01 Joko Widodo dijadwalkan paparkan visi-misi di hadapan peserta tanwir pada 15 Februari 2019. Ketua MPR Zulkiefli Hasan juga dijadwalkan untuk mengisi acara Dinner Talk yang akan dipandu adeknya Wali Kota Bengkulu, Helmi Hasan. Terakhir Capres 02 Prabowo Subianto juga akan diberi panggung untuk paparkan visi-misi.
Lumrah, dalam sebuah agenda organisasi besar sekelas muhammadiyah menghadirkan unsur pimpinan lembaga negara termasuk presiden. Namun, perlu di-nyinyir ketika yang dihadirkan sosok-sosok politis, baik Joko Widodo selaku capres maupun Prabowo Subianto sebagai Capres, lebih lagi disitu tertulis untuk paparkan visi-misi.
Tanwir Muhammadiyah bisa saja dituding jadi arena politik praktis karena publik begitu juga kader hampir dipastikan tak mampu membeda, mana suara politik mana suara kebangsaan. Demikian pula sebaliknya, tanwir muhammadiyah bisa saja didaulat sebagai bentuk sikap egaliter karena memberi porsi yang sama terhadap kedua belah pihak yang sedang ‘berseteru’ untuk Indonesia yang lebih baik. Bisa juga dimaknai bersamaan, tak ada yang disakiti-sama-sama untung.
Forum tanwir seolah ingin dijadikan muhammadiyah untuk menguji hasrat politik kadernya. Tergodakah mereka dengan nikmat duniawi dengan cara disajikan dua bidang ‘pizza’ yang siap santap ataukah kader muhammadiyah semakin teguh pendirian untuk menjunjung tinggi netralitas organisasi atas politik praktis, walahualam.
Namun, sinyal untuk larut kian terang, secerah lambang muhammadiyah di waktu pagi. Kejutan datang menjelang 12 jam sebelum pembukaan, publik sebelumnya dikabari akan dihadiri RI 2 untuk membuka tanwir. Hingga, hampir semua media massa menulis rencana kedatangan JK untuk membuka acara tanwir itu dan kedatangan presiden Jokowi dikabarkan batal.
Pagi ini justru presiden Joko Widodo yang membuka tanwir dan JK di-rescehdule untuk menutup acara. Agenda negara bisa saja berubah karena presiden agendanya padat merayap namun, berseleweran kabar presiden Jokowi dijadwalkan hadir di pembukaan agar lebih ‘segar’ diterima. Dibalik itu, tawar-tawar jam tayang berakibat pada simpulan posisi politik muhammadiyah. Sejalan dengan itu, Capres Prabowo Subianto malah dikabarkan batal hadir, entah apa pasal.
Begitu pula sentuhan politik lokal, kemaren, saat pra tanwir Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir ‘dipaksa’ meresmikan gedung baru kampus Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang berwarna biru putih. Gedung enam lantai itu didesain sedemikian rupa dan nampak mencolok dari warna bangunan di sekitarnya.
Kampus Muhammadiyah yang lekat dengan warna hijau kini tak lagi hijau benaran, berdiri gedung berwarna biru putih yang selaras dengan arna partai ‘teluran’ muhammadiyah. Ditambah lagi, gedung turut dinamai Gedung Hasan-Din (HD). Nama "Din” wajar saja disemat, “Din” bisa saja berarti agama islam atau merujuk pada nama mantan ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin. Terus, apa dibalik nama Hasan?
Tanwir semakna dengan rakernas dalam sebutan organisasi kebanyakan, biasanya untuk kepentingan internal. Istilah tanwir sangat lekat dengan Muhammadiyah, dipakai sebagai forum permusyawaratan tertinggi dibawah Muktamar. Pesertanya seluruh unsur pimpinan struktural muhammadiyah dan badan otonom. Lantas, apa maksud ‘mereka’ di tanwir?
Artikel Terkait Berdasarkan Kategori
-
Bantu Rakyat, Apa Konglomerat?
10 Oct 2024
-
Kami Bangga Bung, Destita Minggir
03 Oct 2024
-
Jangan Ya Dek Ya!
22 Sep 2024
-
Jalan ‘Tol’ Sang Pj Wali Kota
24 Sep 2023
-
Isu Selingkuh Pejabat Coreng Misi Seluma Berbudaya dan Beragama
12 Jun 2023
Topik Terkait Berdasarkan Tags
-
KPU Tetapkan Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu Terpilih
09 Jan 2025
-
Ancam Nyawa, Warga Minta 3 Tower SUTT PLTU Teluk Sepang Dibongkar
08 Jan 2025
-
Jelang Musda Golkar, 7 Nama Calon Ketua Mencuat
06 Jan 2025
-
Pelabuhan Pulau Baai Terus Mendangkal, Distribusi Logistik Terancam
27 Dec 2024
-
Ratusan ASN Lebong Gelar Aksi Demo, Tuntut Pembayaran TPP
11 Dec 2024