PIK PPD Minta Pemerintah Cabut Pembatalan Kelulusan Dokter Gigi Romi

Gambar

Diposting: 01 Aug 2019

PIK PPD Provinsi Bengkulu. Foto: Anasril



BENGKULU,BI - Pusat Informasi dan Konsultasi Perempuan penyandang disabilitas (PIK PPD) Provinsi Bengkulu gelar konfersi pers terkait pembatalan kelulusan Dokter Gigi Romi Syofpa Ismael. bertempat sekretariat PIK PPD, Senin (1/08/2019).



Romi yang diketahui seorang dokter honorer di Puskesmas Talunan, Kabupaten Solok Selatan yang sudah mengabdikan dirinya selama dua tahun. Romi mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) pada 2018 lalu lulus dengan ranking satu, namun mirisnya Romi tidak bisa dinyatakan lulus karena mengalami disabilitas. 



"Tindakan pembatalan kelulusan Dokter Gigi Romi dapat dikategorikan sebagai upaya menghalang halangi hak pekerjaan bagi penyandang disabilitas " ujar Irna Riza Yuliastuty.S.Sos ketua harian PIK PPD.



Lanjutnya, tindakan diskrimatif dalam pembatalan kelulusan Dokter Gigi Romi juga dipengaruhi oleh sistem penerimaan CPNS yang saat ini di berlakukan. 



"Harusnya, hal ini ditegaskan sejak pemberkasan pendaftaran. tapi ini malah dilakukan ketika Dokter Gigi Romi ditahap akhir dan dibatalkan lulus karena penyandang disabilitas lumpuh" katanya.



Ketua umum PIK PPD Bengkulu Rina Oktaviana menambahkan, harusnya ada pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam proses CPNS dalam penyediaan aksesibilitas dan akomodasi yang layak bagi peserta CPNS penyandang disabilitas dalam melaksanakan rangkaian seleksi yang sudah ditetapkan. 



"Pembatalan akan mengurangi jumlah penyandang disabilitas yang memiliki potensi dan kapasitas untuk bekerja sebagai PNS". tungkasnya.



Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kami Pokja implementasi UU penyandang disabilitas mendesak agar :



1.Pemerintah Daerah Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat, untuk mencabut pembatalan kelulusan CPNS atas nama Romi Syofpa Ismael dalam waktu sebelum 2 Agustus 2019.



2.Pemerintah menghapus kelompok formasi penyandang disabilitas dalam proses CPNS,  khususnya yang dilaksanakan pada 2019 dan seterusnya.



3.Pemerintah menghapus syarat sehat jasmani dan rohani sebagai dasar seleksi bagi CPNS, serta tidak mengkatogerikan disabilitas sebagai penyakit sehingga dianggap tidak sehat jasmani dan rohani.



4.Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan aksesibilitas dan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas yang mengikuti CPNS dimanapun dan formasi apapun,  sehingga tidak lagi kementerian/lembaga atau organisasi pemerintah daerah yang menolak mempekerjakan seseorang dengan alasan disabilitas. (Anasril)