AJI: Omnibus Law Ancam Kebebasan Pers

Gambar

Diposting: 08 Sep 2020

Aksi Simpati AJI Bengkulu Bersama Sejumlah Elemen CSO, Mahasiswa, dan Aktivis di Bundaran Simpang Lima Ratu Samban Kota Bengkulu. Selasa, 8 September 2020. Foto/Dok



Indo Barat - Sejak awal tahun 2020, Aliansi Jurnalis Independen telah menyuarakan penolakan atas Rancangan Undang Undang Omnibus Law yang digodok pemerintah dan DPR.



Bagi AJI, Omnibus Law berpotensi menjadi masalah penting bagi praktik jurnalisme di Indonesia. Ini dikarenakan masuknya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam komponen yang direvisi, yakni pasal 11 dan 18.



Dalam kacamata AJI, RUU ini sangat berpotensi mengancam nilai-nilai kebebasan pers bagi jurnalis. Contohnya dalam Pasal 11 UU Pers. Jika sebelumnya berbunyi "Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal."



Maka, dalam RUU Omnibus Law menjadi, "Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal."



Pengubahan pasal ini berpotensi membuat pemerintah kembali mengatur pers seperti sebelum UU Pers pada tahun 1999 dirancang oleh insan pers dan kemudian menjadi pedoman seluruh pekerja pers hingga saat ini.



Berikutnya, Pasal 18 UU Pers yang berisi;

*1.* Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

*2.* Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

*3.* Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)



Maka, dalam perubahannya di Omnibus Law RUU Cipta Kerja berbunyi;

*1.* Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2000.000.000,00 (dua miliar rupiah)

*2.* Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)

*3.* Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dikenai sanksi administratif

*4.* Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.



Perubahan poin-poin dalam pasal ini jelas melanggar semangat UU Pers sebelumnya, yang mengatur bahwa sengketa pers lebih didorong pada upaya korektif dan edukasi. Jika pun berkaitan dengan denda, maka itu dibuat seproporsional mungkin. Dengan kata lain tidak bermaksud untuk membangkrutkan perusahaan pers.



"Karena itu AJI konsisten menolak RUU Omnibus Law. Kami menduga keras ada upaya kembali memasukkan campur tangan pemerintah dalam dunia pers," ujar Ketua AJI Bengkulu Harry Siswoyo.



Dari itu, untuk kembali menyuarakan penolakan ini. AJI Bengkulu berkolaborasi bersama sejumlah elemen CSO, mahasiswa, dan aktivis, pada Selasa, 8 September 2020 akan menggelar aksi simpati di kawasan Bundaran Simpang Lima Ratu Samban Kota Bengkulu. Direncanakan dalam aksi yang digelar pada pukul 15,00 sampai dengan selesai ini, selain akan ada aksi teatrikal juga akan ada pembagian poster kepada masyarakat.



Narahubung:

*Harry Siswoyo*: WA (+62) 852 6679 0828

Ketua AJI Bengkulu

*Demon Fajri*: WA (+62) 812 8957 1946

Koordinator Bidang Pendidikan AJI Bengkulu

*Christopher*: WA (+62) 822 8278 9081

Koordinator Bidang Keorganisasian AJI Bengkulu