6.358 Ha Habitat Hilang, Gajah Sumatra di Bengkulu Menuju Kepunahan

Gambar

Diposting: 12 Aug 2022

Habitat Gajah Sumatra di TWA Seblat Bengkulu, Foto:Dok/Komunitas Bentang Alam Seblat



Indo Barat - Seluas 6.358,00 Ha tutupan hutan alami Bentang Alam Seblat yang merupakan habitat kunci gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatras) terus berkurang dalam rentang waktu 2020-2022. Jumlah ini diketahui berdasarkan hasil analisis tutupan lahan yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam  Seblat melalui metodologi remote sansing memanfaatkan citra sentinel yang divalidasi menggunakan citra satelit google earth. 



Dalam analisis tersebut konsorsium yang terdiri dari Genesis Bengkulu, Kanopi Hijau Indonesia, dan Lingkar Inisiatif menemukan hutan seluas 6.358,00 Ha telah berubah fungsi. Rincianya berubah menjadi pertanian lahan kering campuran seluas 3.553 Ha, menjadi lahan terbuka seluas 2.088 Ha, semak belukar seluas 407,38 Ha, dan perkebunan seluas 308,99 Ha.



Bentang Alam Seblat merupakan habitat terakhir bagi spesies terancam punah gajah sumatera di Provinsi Bengkulu yang membentang dari kawasan hutan TWA Seblat hingga ke kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Pada kawasan Bentang Alam Seblat terdapat tiga kantong habitat Gajah Sumatera yang terdiri dari HP Air Teramang seluas 4.818,00 hektar), HP Air Rami (14.010,00 hektar) dan TWA Seblat (7.732,80 hektar). 



TWA Seblat hingga saat ini berfungsi sebagai Pusat Latihan Gajah Sumatera dalam pengawasan langsung BKSDA Bengkulu-Lampung. Saat ini populasi gajah sumatera di Provinsi Bengkulu diperkirakan hanya tersisa 70 – 150 individu (BKSDA Bengkulu-Lampung).

  

Menurut Egi Ade Saputra, selaku perwakilan Konsorsium Bentang Seblat yang juga merupakan Direktur Genesis Bengkulu mengatakan, 55,89 persen dari 6.358,00 hektar hutan yang dialihfungsikan telah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan Bentang Alam Seblat.



“Adanya aktivitas petanian lahan campuran di dalam kawasan hutan yang didominasi oleh tanaman sawit menggambarkan mudahnya setiap orang untuk menguasai dan mengelolah kawasan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan. Kondisi ini semakin mengancam populasi tersisa satwa Gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat dan memperbesar peluang terjadi konflik atara satwa gajah dengan manusia.” jelas dia.



Sebagai tindakan serius dalam menyelamatkan kawasan, pihaknya telah berupaya melakukan sosialisasi tentang konservasi gajah terhadap 7 desa penyangga Bentang Alam Seblat, melakukan patroli kolaborasi bersama polisi hutan bahkan melaporkan setiap temuan kasus ilegal loging dan perambahan di dalam kawasan hutan Bentang Alam Seblat ke pihak aparat penegak hukum. Namun, itu tidak cukup untuk mempertahankan keselamatan gajah dan habitatnya akibat pemburuan dan kerusakan habitat dikarenakan aktivitas perusahaan kayu dan pembukaan lahan perkebunan. 



Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar mengatakan, terdapat tiga korporasi yang beraktivitas dalam wilayah dan sekitar Bentang Alam Seblat yang ikut serta dalam Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Bentang Alam Seblat yang tercantum dalam SK Gubernur No. S497/DLHK 2017 yang terdiri dari PT Alno Agro Utama danPT Anugrah Pratama Inspirasi. 



Menurut Ali, hadirnya korporasi di dalam forum seharusnya semakin memperkuat perlindungan dan pengawasan terhadap Bentang Alam Seblat. Namun, kerusakan pada Bentang Alam seblat tetap tidak terbendung sehingga hanya dalam kurun waktu tidak genap tiga tahun, tutupan hutan alami bentang alam seblat yang merupakan habitat kunci gajah Sumatera di Bengkulu hilang seluas 6.358,00 Ha.



"Padahal gajah sebagai satwa payung memiliki fungsi ekologis penting sebagai penjamin kekayaan keragaman hayati tetapi di sisi lain dengan pendekatan populasi pertumbuhannya sangat lambat," kata Ali.



Dengan kata lain lanjut Ali, laju kepunahan tidak sebanding dengan laju reproduksi. Sisi lain ancaman keselamatan satwa yang disebabkan persepsi gajah sebagai satwa pengganggu dan kepedulian dari para pihak juga masih rendah maka sangat wajar gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat dan wilayah lain di Sumatera menuju era kepunahan.



Perwakilan konsorsium lainnya yang juga Direktur Lingkar Inisiatif, Iswadi mengungkapkan, dari patroli yang dilakukan oleh tim, ancaman terhadap habitat gajah selalu ditemukan di setiap kawasan hutan yang didatangi. Para pihak  didesak serius untuk menjaga keselamatan gajah seperti dari pemangku kepentingan antara lain dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK). Termasuk pemegang izin IUPHK-HA juga dituntut bertanggung jawab menjalankan fungsinya untuk perlindungan dan pengawasan.



Iswadi menyebut, kehilangan habitat otomatis akan berdampak pada kelangsungan hidup spesies di wilayah ini, termasuk gajah Sumatera dan satwa lainnya. Salah satunya akibat kehilangan habitat maka perburuan liar terhadap gajah juga semakin mudah dilakukan karena gajah telah terpisah dalam kelompok kecil. Kondisi gajah yang hidup berkelompok dan terpisah juga berbahaya bagi kelangsungan populasi gajah karena berpotensi mengalami perkawinan satu kelompok yang membuat secara genetik menjadi lemah.



“Kehilangan habitat ini juga membuat sulit juga mendapatkan pakan karena itu bertepatan dengan peringatan Hari Gajah Sedunia pada 12 Agustus 2022, ayo berkontribusi pada kelangsungan hidup gajah Sumatera dengan berdonasi untuk pengadaan pakan gajah jinak di PLG Seblat,” ajak Iswadi.



Peringatan Hari Gajah Sedunia sendiri digelar konsorsium dengan sejumlah kegiatan antara lain dialog publik, pentas seni, dan donasi publik untuk pengadaan pakan gajah serta kemah di Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat, di Kabupaten Bengkulu Utara. Konsorsium mengangkat tema “Pastikan Aku, Kamu, Kita dan Gajah selamat di Rumahnya.”



Editor: Iman SP Noya