JMSI Sebut Sejumlah Pasal UU PDP Ancam Kerja Jurnalistik

Diposting: 25 Sep 2022
Ketua Bidang Hukum dan Advokasi PP JMSI, Novermal Yuska, SH, Foto: Dok
Indo Barat - Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dinilai berpotensi akan mengancam kebebasan jurnalis dan juga menutup-nutupi kasus hukum.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Novermal Yuska. Ia mencontohkan seorang jurnalis yang mengungkap rekam jejak pejabat publik dan bisa dijadikan sebagai delik pidana.
Sejumlah pasal yang dinilai mengancam kerja jurnalistik antara lain adalah Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 64 ayat 4 UU PDP.
“Pasal 4 ayat (2) huruf d dan Pasal 64 ayat (4) RUU PDP berpotensi mengancam kerja-kerja jurnalistik dalam meliput suatu sengketa pelanggaran data pribadi di pengadilan serta dalam melakukan peliputan mengenai catatan kejahatan seseorang terlebih pejabat publik,” ujar Novermal, Minggu, (25/9/2022).
Pasal 4 ayat 2 UU PDP menyebutkan, kategori data pribadi yang bersifat spesifik yaitu: Data pribadi yang bersifat spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Data dan informasi kesehatan; b. Data biometrik; c. Data genetika; d. Catatan kejahatan; e. Data anak; f. Data keuangan pribadi; dan/atau g. Data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, ada pula Pasal 65 ayat 2 yang menyebutkan "Setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya.”
Bagi yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai denda maksimal Rp 4 miliar atau pidana penjara 4 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat 2 UU PDP.
Dengan demikian, kata Novermal, lantaran catatan kejahatan masuk dalam kategori data pribadi maka larangan pengungkapan data pribadi pada Pasal 65 ayat 2 tersebut termasuk juga larangan pengungkapan catatan kejahatan.
Menurut Novermal, hal tersebut menjadi ancaman kriminalisasi bagi masyarakat dalam proses seleksi pimpinan penegak hukum seperti rekam jejak calon pimpinan KPK.
“Bisa dibayangkan, di tengah maraknya calon-calon bermasalah melenggang maju pada proses pemilihan, namun masyarakat dipaksa untuk mendiamkan jika mengetahui rekam jejak buruknya. Maka dari itu, larangan itu jelas merupakan pembiaran dan ahistoris dengan permasalahan saat ini.
Ditambah lagi, konsep semacam itu terang benderang melanggar partisipasi masyarakat sebagaimana diatur Pasal 41 ayat (1) dan (2) huruf b UU Tipikor,” kata Novermal.
Selain itu, di dalam UU PDP menurutnya juga tidak ada harmonisasi dalam kebebasan memperoleh informasi, kebebasan berekspresi.
"Yang menjadi sorotan bagaimana perlindungan kebebasan berekspresi dan memperoleh informasi tersebut. Ini yang tidak diharominasi di undang-undang ini," tegasnya. [JMSI]
Editor: Iman SP Noya
Artikel Terkait Berdasarkan Kategori
-
Polres Seluma Ungkap Kasus Narkoba dan Amankan Ratusan Miras dalam Operasi Nala Pekat 2024
23 Dec 2024
-
Gandeng KJPP, Penyidik Hitung Kerugian Kasus Korupsi Lahan Pemda Seluma
11 Dec 2024
-
Kejari Seluma Ajak Perangkat Daerah Tuntaskan Aset dan Lawan Korupsi di Hakordia 2024
09 Dec 2024
-
Bahas Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2024, Plt Gubernur Terima Audiensi Tim Kejati Bengkulu
03 Dec 2024
-
Mobilisasi Ketua RT dan RW, Helmi Hasan Kembali Dilapor ke Bawaslu
18 Nov 2024
Topik Terkait Berdasarkan Tags
-
JMSI Bengkulu Bersama KPU Sosialisasikan Pilkada Serentak Tahun 2024
04 Oct 2024
-
JMSI Bawa Kasus Penembakan Rahiman Dani ke Forum Internasional
08 Sep 2024
-
JMSI Bengkulu Teken Nota Kerjasama dengan Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia UMB
27 Jun 2024
-
Rakernas III JMSI Digelar di Kalimatan Timur
18 Jun 2024
-
Teguh Santosa Daftar Calon Gubernur Sumut
22 May 2024