Fenomena Kalah Tokoh Berlatar TNI-Polri di Pilkada Bengkulu

Gambar

Diposting: 13 Jun 2019

Poto oleh Indo Barat



Indo Barat – Pilkada serentak 2020 akan segera digelar namun kontetasi pilkada di Bengkulu selalu memberi catatan sinis bagi tokoh yang berlatar belakang dari TNI-Polri. Sejak digelar tahun 2005 silam, tokoh yang berlatar belakang TNI-Polri hanya satu yang mampu tampil sebagai pemenang Mayor Infantri (Purn) Chairul Huda Bupati Mukomuko.



Provinsi Bengkulu pertama kali menggelar pilkada pada tahun 2005 silam yaitu pemilihan gubernur yang diikuti 4 pasangan calon, yang mana dua diantara pasangan tersebut berasal dari kalangan TNI-Polri yaitu Irjen Pol Sudirman Ail purnawirawan Polri dan Letnan Kolonel Muslihan Diding Sutrisno purnawirawan TNI. Keduanya tumbang oleh pasangan sipil Agusrin M Najamudin-Syamlan.



Sudirman Ail adalah mantan Kapolda Jawa Barat yang sudah malang melintang di dunia kepolisian. Prestasi Sudirman tidak main-main, penyadang bintang dua itu sempat bertugas di Mabes Polri. Kiprah Sudirman Ail tidak hanya di institusi kepolisian, Ia juga aktif dalam mendukung pembangunan Bengkulu sebelum mencalonkan diri di pilgub Bengkulu. 



Kalah di Pilgub tahun 2005, tidak menyurutkan niat Sudirman Ail untuk kembali berkompetisi, Ia kembali bertarung di pilgub  2010 dengan menggandeng tokoh sipil berlatar belakang ulama, Dani Hamdani. Namun, peluangnya bertambah sempit, Sudirman Ail kembali kalah daritokoh sipil.



Demikian pula dengan Muslihan DS, purnawiran TNI yang saat ini masih menjabat ketua DPD Hanura Provinsi Bengkulu itu harus menerima nasib yang sama dengan Sudirman Ail. Muslihan DS yang berpasangan dengan Patrice Rio Capella Juga menelan kekalahan di pilgub Bengkulu 2005. 



Muslihan DS bukan tokoh sembarangan, Ia memiliki pengalaman dua kali menjadi kepala daerah di dua kabupaten berbeda (sebelum pilkada langsung). Muslihan DS adalah mantan bupati Rejang Lebong dan Bengkulu Utara. Sosoknya sangat familiar bagi warga Rejang Lebong dan Bengkulu Utara yang presentase pendudukanya terbanyak setelah Kota Bengkulu. Namun, saat diuji di pilkada langsung Muslihan DS tidak mampu berbicara banyak. 



Catatan yang sama juga dialami tokoh militer asal Angkatan Laut (AL) Laksamana Muda Rosihan Arsyad. Mantan Gubernur Sumsel itu kalah bertarung di pilgub Bengkulu tahun 2010. Rosihan yang sudah memilih pasangan berlatar sipil keok dari petahana berlatar sipil Agusrin Najamudin yang berpasangan Junaidi Hamzah.



Baru-baru ini, gelaran pilwakot Bengkulu juga tidak bersahabat dengan tokoh yang berlatar belakang TNI-Polri. Ia adalah Mayor David Suardi yang bertarung di pilwakot Bengkulu 2018. Mayor David sempat memberi kejutan dengan cara mundur dari perwira TNI dan memilih maju pilwakot. Namun, tradisi kalah pilkada ikut menular, Mayor David harus mengakui keunggulan Helmi Hasan yang berlatar sipil. 



Rasionalitas Pemilih dan Faktor Biaya



Fenomena itu menurut pengamat politik dari Universitas Bengkulu (UNIB) Drs Mirza Yasben, M.Sc.Oc, fenomena kalah tokoh asal TNI-Polri kecil kemungkinan akan terulang di arena pertarungan pilkada Bengkulu dimasa depan. Saat ini mayoritas masyarakat mengeluhkan ketegasan dan wibawa kepemimpinan yang diyakini bisa menjadi pemicu bangkitnya elektabilitas tokoh yang berlatar TNI-Polri. 



Alumni Universitas Waikato Selandia Baru itu melihat ada konsesus moral ketika masyarakat dihadapakan pada ketegasan dalam memimpin “kita tahu publik pada prinsipnya bersepakat ketika dihadapakan pada faktor wibawa dan ketegasan, dan itu mau tidak mau suka tidak suka identik dengan tokoh yang berasal dari kalangan TNI-Polri. Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya dimana civil society masih menjadi primadona sehinga ruang politik tokoh-tokoh itu (TNI-Polri) sempit sekali” kata Mirza




Baca juga: Pengamat UNIB: Tokoh Rejang Lebih Pas Dampingi Rohidin




Selain itu Mirza juga mengatakan, ada faktor biaya politik yang tidak mampu dipenuhi oleh   tokoh-tokoh yang berasal dari kalangan TNI-Polri “Walaupun faktanya kemampuan finansial tokoh yang berasal dari kalangan TNI-Polri tidak selalu kalah namun ekpektasi publik terhadap mereka (dulu) tetap tidak mampu membangkitkan gairah pemilih yang terlanjur terjangkit virus pilkada biaya tinggi” jelas Mirza



Ia juga menyinggung tokoh-tokoh asal TNI-Polri yang diprediksi akan maju di pilkada serentak Bengkulu 2020, seperti nama Brigjen Pol Supratman dan Laksma TNI M. Faisal. Kedua nama itu adalah tokoh asal Bengkulu yang berkarir di institusi TNI-Polri. Supratman saat ini menjabat Kapolda Bengkulu setelah sebelumnya menjadi Wakapolda jawa Barat sedangkan M Faisal adalah tokoh asal Rejang Lebong yang berkarir di TNI Angkatan Laut.  



“Mereka justru memilki kans kuat kuat bila berkompetisi di pilkada Bengkulu mendatang” Kata Mirza



Pandangan berbeda disampaikan pengamat politik asal Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) Dr Elfahmi Lubis. Menurutnya, era kedigdayaan militer itu sudah berakhir seiring dengan proses demokratisasi yang terus berkembang. 



Di era dwifungsi ABRI, tokoh militer memperoleh insentif politik dari rezim berkuasa saat itu. Sedangkan di era demokrasi kehadiran tokoh-tokoh sipil telah memberikan warna tersendiri dan dipandang mampu memenuhi ekspektasi rakyat. 



“Munculnya tokoh sipil seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Tri Risma, Ganjar Pranowo, Sandiaga Uno, dan AHY [dalam konteks sipil], telah membawa rakyat pada proses perubahan” kata Fahmi 



Ditambahkan Doktor muda itu, fenomena tumbangnya kalangan milter terjadi secara nasional bukan hanya di pilkada Bengkulu. Ia mencontohkan TB Hasanudin dan Anton Charlyan yang tumbang pilkada Jawa Barat oleh tokoh sipil Ridwan Kamil, rata-rata tokoh militer dikalahkan tokoh sipil muda yang reformis. 



“Aura tokoh-tokoh sipil muda ini mampu menggerus dominasi kalangan militer yang selama ini identik dengan gaya kepemimpinan kaku dan komandoisme” jelasnya



Disampaikan Fahmi, Khusus untuk Bengkulu, sejak era pilkada langsung, memang selalu muncul tokoh militer ikut dalam kontestasi politik. Sebut saja, Sudirman Ail, Muslihan DS, David Suardi. Hanya saja mereka tidak mampu bersaing dengan tokoh sipil daerah. Walaupun untuk Kabupaten Mukomuko, bupati terpilihnya dari Militer. 



“Karakter budaya pemilih Bengkulu yang masih tradisional, kental sentimen primordialisme  mengakibatkan tokoh sipil daerah memperoleh peluang besar memenangkan kontestasi politik. Walaupun kita tahu dalam setiap pilkada politik transaksional selalu mematahkan rasionalitas dan realitas politik” tutup  Fahmi



Reporter: Riki Susanto

Editor: Freddy Watania