Euforia Opini WTP

Diposting: 27 May 2019
Poto ilustrasi oleh Tribun Manado
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Bengkulu baru saja merilis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 9 Kabupaten/Kota termasuk Provinsi Bengkulu. Hasilnya, 6 LKPD diberi ‘pendapat’ Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yaitu Kota Bengkulu, Bengkulu Utara, Kepahiang, Rejang Lebong, Mukomuko, Lebong dan Pemprov Bengkulu sendiri. Sedangkan Seluma, Kaur, Bengkulu Selatan, dan Bengkulu Tengah urung bersuka cita karena diganjar predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
Kegembiraan pun pecah, ucapan berseleweran dimana-dimana, “selamat pak bupati, mantul pak gub, lanjutkan-politis, Pak Wali hebat, mantap” adalah kosakata familiar yang diitemui di jejaring media sosial usai ‘pengumuman’ BPK. WTP jadi euforia sebaliknya WDP jadi sela, bahkan kegembiraan langka pun ‘dipentaskan’ salah seorang wakada dengan cara sujud syukur.
Predikat WTP seolah-olah prestasi yang sangat membanggakan dan harus diketahui masyarakat, begitu kira-kira pesan yang ingin diurai. WTP bisa menjadi pencitraan positif bahwa roda pemerintahan dikelola secara transparan dan akuntabel atau makna lain terbebas dari korupsi. WTP bisa juga menjadi komoditas politik bagi mereka yang ingin "Lanjutkan".
Lantas, sebegitu pentingkah eufhoria itu. Merujuk pendapat auditor Kotot Gutomo, opini WTP atau WDP adalah pendapat yang didasarkan pada professional judgment auditor BPK yang memeriksa LKPD berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Opini dengan atau tanpa pengecualian bisa menjadi perdebatan panjang, karena pertimbangan kualitatif yang dipengaruhi unsur subyektifitas auditor yang mengatasnamakan professional judgment.
Pendapat itu menarik karena fakta-fakta empirik menunjukan dominasi professional judgment auditor BPK bukan menjadi jaminan laporan keuangan suatu daerah jauh dari masalah. Sebut saja Kabupaten Mukomuko yang pada tahun 2012 silam mendapat opini WTP namun persoalan asset justru menjerat mantan bupatinya ke jeruji besi. Ichwan Yunus didakwah korupsi karena menyalahgunakan aset daerah tahun 2012 lalu saat pemkab Mukomuko meraih WTP. Aset juga termasuk dalam objek pemeriksaan BPK.
Demikian pula denga mantan bupati Kepahiang yang terjerat kasus korupsi saat LKPD Kabupaten Kepahiang didaulat WTP oleh BPK RI tahun 2015 lalu. Bando Amin didakwah korupsi masalah pengadaan lahan Tourist Information Centre (TIC) yang juga menjadi objek pemeriksaan BPK saat itu.
Sebaliknya, Wali Kota Helmi Hasan saat berdua dengan Patriana Sosialinda memimpin Kota Bengkulu periode 2012-2017, BPK ‘mendakwah’ pemkot Bengkulu dengan predikat WDP 5 tahun berturut-turut. Namun, sampai saat ini Helmi Hasan tidak tersandung korupsi dan kembali dipercaya masyarakat untuk memimpin periode kedua.
Euforia WTP adalah hal wajar bagi mereka yang latah. ‘Opini’ dalam berbagai diskursus sejak zaman Yunani sampai dengan era Milenial, Gen Z ataupun era industri 4.0, opini tetaplah sinonim dari pendapat bukan kenyataan. Silahkan dinikmati alakadarnya.
Redaksi
Artikel Terkait Berdasarkan Kategori
-
Bantu Rakyat, Apa Konglomerat?
10 Oct 2024
-
Kami Bangga Bung, Destita Minggir
03 Oct 2024
-
Jangan Ya Dek Ya!
22 Sep 2024
-
Jalan ‘Tol’ Sang Pj Wali Kota
24 Sep 2023
-
Isu Selingkuh Pejabat Coreng Misi Seluma Berbudaya dan Beragama
12 Jun 2023
Topik Terkait Berdasarkan Tags
-
KPU Tetapkan Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu Terpilih
09 Jan 2025
-
Ancam Nyawa, Warga Minta 3 Tower SUTT PLTU Teluk Sepang Dibongkar
08 Jan 2025
-
Jelang Musda Golkar, 7 Nama Calon Ketua Mencuat
06 Jan 2025
-
Pelabuhan Pulau Baai Terus Mendangkal, Distribusi Logistik Terancam
27 Dec 2024
-
Ratusan ASN Lebong Gelar Aksi Demo, Tuntut Pembayaran TPP
11 Dec 2024